Adat Menyedihkan

Hari ini sepupuku berkunjung ke rumah. Namanya adalah Linda. Gadis yang tiga tahun lebih muda dariku ini sangat suka mendekatiku, bahkan meniru apa yang aku lakukan. Aku tak bermasalah dengannya dan apa yang dia lakukan, tetapi aku sangat membenci kata-kata yang dilontarkan padaku untuk perbandingan dengannya. Semua orang diciptakan berbeda dengan takdir yang berbeda pula bukan? Lalu untuk apa kita di banding-bandingkan? Jika ia memiliki kelebihan dalam suatu hal, pasti ia akan memiliki kekurangan dalam hal lain, begitupun denganku. Sore itu, ketika semua orang bersantai aku duduk bersama Linda, hanya berdua. Televisi itu saksi semuanya. Berawal ketika aku melihat buah itu. Buah yang menjadi kesukaanku itu adalah sebab menetesnya air mataku. Buah kuning dengan lengkungan yang indah. Saat aku memakan buah pisang itu, tak lupa kutawarkan buah itu kepada Linda, tetapi dia tidak menginginkannya. Akupun tak menghiraukannya dan memakan buah kesukaanku itu dengan senang hati. Ini pertama kalinya dia tidak menirukan apa yang aku lakukan. Tetapi senyumkku tersendat karena kehadirannya. Dia, orang yang mengandungku selama sembilan bulan, yang merupakan bibi dari Linda datang dan memarahiku. Dia mengira aku mengabaikan keponakannya, keponakan kesayangannya. Ia pun menghujaniku dengan berbagai kata menyakitkan, suatu hal yang tidak bisa kulupakan "oh, benar saja, kan kamu saudaranya buah itu" Sebelas tahun yang lalu, ketika aku dilahirkan, adat membuatku harus di buang, itu karena hari kelahiranku sama seperti kelahiran ayahku. Untuk menghindari kesialan katanya. Perkataan itu memanglah hanya candaan, tapi sangatlah menyakitkan. Sebelas tahun yang lalu aku di letakkan di bawah pohon pisang, dan di temukan oleh bibiku sendiri. Tetapi di beli oleh ibuku lagi. Namun benarkah aku putrinya? Mengapa candaan itu membuat air mataku menetes? Entahlah, Gadis yang berusia 11 tahun ini tak tahu apa-apa. Dia hanya berusaha melewati semuanya dengan senyuman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar